Artikel
Buku
Warna-warni Kisah Anak Indonesia | Resensi Buku Kata Bapak di Sungai ada Buaya | UNSA Press
Warna-warni
Kisah Anak Indonesia
Peresensi
: Reyhan M Abdurrohman
![]() |
Kata Bapak, di Sungai Ada Buaya! |
Judul Buku : Kata Bapak, di Sungai Ada Buaya
Penulis : Irwan Sandza, dkk.
Penerbit : UNSA Press
Tahun : Januari 2018
Tebal : vi +106 hlm. ; 14,5 cm x 21 cm
ISBN : 978-602-74393-7-5
Anak-anak
punya banyak cerita menarik untuk disimak. Dunia mereka penuh dengan imajinasi
dan pengalaman-pengalaman baru yang bisa diceritakan. Seperti dalam buku ini, cerita-cerita
anak yang disuguhkan mengisahkan keragaman dari penjuru Indonesia. Kita akan merasakan
pengalaman masa kecil dalam balutan lokalitas dan kekhasan suatu daerah dari
cerita mereka. Ada 16 cerita anak yang tidak hanya cocok dibaca anak-anak,
melainkan cocok pula dibaca remaja hingga dewasa.
Setelah
membaca cerita-cerita dalam buku ini,akan ada jeda
untuk merenung, dan keinginan untuk mencontoh perjuangan mereka dalam
mewujudkan mimpi. Terlihat dari cerita “Kata Bapak, di Sungai Ada Buaya” yang
menjadi cerita pembuka dalam buku ini, mengisahkan kegigihan seorang anak yang
tetap bersekolah di tempat jauh meski harus menyeberangi sungai yang katanya
ada buaya. Perjuangan menuntut ilmu pun tergambar pada cerita “Imang Anak
Gembala”, “Minggo” dan “Rahasia Kertas Salinan Nana”.
Pada
cerita “Bamby dan Sungai yang Menangis” membuat kita sadar tentang pentingnya
merawat sungai. Tema senada pun diangkat
oleh cerita “Ninis Princes Sampah”, yakni tentang pentingnya menjaga
lingkungan.
“Karena
penduduk desa mencintai sungai ini, Bamby. Penduduk percaya kalau membuang
sampah dan mengotori sungai, maka sungai akan menangis,” jawab Kakek sembari
tersenyum lembut. (hlm. 11)
Kita
juga akan menemukan keragaman budaya, gaya hidup dalam balutan lokalitas pada
cerita “Si Belang, Pacu Itiak”, “Ulat Sagu dan Kumbang Kelapa”, “Oleh-oleh
Sawah dari Ayah” dan “Layang-layang Danang”, yang dikemas menarik dari sudut
pandang anak-anak tentunya. Kita seolah diajak kembali ke masa lalu. Keragaman
yang diceritakan sangat menarik, membuat buku ini sangat kaya. Setiap penulis
punya gaya bahasa sendiri yang khas dan mudah dipahami. Cerita “Ikan Cupang
untuk Alif”, “Mbah Min dan Radionya”, “Sampul Buku” dan “Senyum untuk Risha”
akan mengajarkan kita tentang pentingnya saling menolong antar sesama. Cerita
sederhana yang disuguhknya cukup menohok kita sebagai pembaca.
Pada
cerita “Tersesat di Bukit Bangkirai” cukup menarik perhatian karena mengisahkan
Laminisa Selstia yang sangat tertarik tentang luar angkasa, terutama saat malam
tiba. Kecintaannya itu membuatnya dapat keluar dari hutan saat tersesat.
Memasukkan tentang antariksa dalam cerita membuat pengetahuan pembaca jadi
bertambah.
Kak
Iwan tersenyum senang. Ia menjelaskan bahwa bintang Polaris berperan sebagai
kompas bagi para petualang di zaman dahulu. (hlm. 19)
Cerita-cerita
dalam buku ini laksana warna-warni pelangi, berbeda-beda yang terangkum menjadi
satu. Semuanya indah, semuanya menarik. Nilai-nilai budaya Indonesia yang khas
dengan keramahannya tergambar jelas pada setiap cerita. Inilah cerita lokalitas
asli anak Indonesia yang hadir di tengah-tengah zaman modern yang serba gawai.
Buku ini hadir untuk memperkenalkan betapa menyenangkannya dunia anak-anak
sebelum dijajah modernitas.
0 komentar