Novel Karena Aku Tak Buta |
Tak Hanya Sekadar
Dolanan Bocah
Judul :
Karena Aku Tak Buta
Penulis :
Redy Kuswanto
Penerbit :
Metamind (Imprint Tiga Serangkai)
Tebal :
xii, 332 hlm
Cetakan :
Januari 2015
Seberapa Indonesiakah Dirimu?
Adalah tema dari sebuah lomba menulis yang diadakan Penerbit
Tiga Serangkai. Juara satu lomba tersebut adalah Novel Berjudul “Karena Aku tak
Buta” karya Redy Kuswanto. Jelas tema novel Karena Aku tak Buta adalah membahas
tentang seberapa Indonesiakah kamu, dan konflik yang diambil adalah soal budaya
dolanan bocah yang semakin tersingkir oleh modernisasi. Dolanan bocah tak hanya
sekadar dolanan, tapi ada makna filosofi tentang kehidupan sesama dan hubungan
dengan Tuhan. Redy Kuswanto mencoba menyampaikan kepada generasi muda untuk
lebih mencintai budaya dolanan bocah. Beliau juga membuka mata pembaca dengan
makna filosofi dolanan bocah dan kepedulian kita terhadap budaya.
Karena Aku tak Buta juga mengangkat Museum Anak Kolong
Tangga yang didirika oleh orang asing (Mr. Rudi Cornes). Sungguh hati siapa
yang tak tercabik-cabik oleh kenyataan tersebut. Budaya Merti Dusun dari
magelang juga coba diangkat dan dikenalkan pada pembaca. Jelas sekali penulis
sudah tahu banyak soal itu semua, itu terlihat dari detailnya setting dan makna
serta seluk-beluknya.
Adalah Zad, tokoh sentral dalam Karena Aku tak Buta. Seorang
mahasiswa yang terjebak dalam kehidupan hedonis dan pada akhirnya merasa
dirinya tidak Indonesia. Zad sadar, bahwa generasi sepertinya sudah menutup
mata dan telinga pada budaya yang harusnya tetap lestari. Adalah Gendis, gadis
desa yang menjadi teman kuliah Zad yang mengenalkan Zad tentang budaya di
desanya dan Museum Anak Kolong Tangga.
Perjuangan Zad dalam mengangkat budaya tak mudah, bahkan
persahabatannya sendiri menjadi korban. Sahabat Zad (Fya, Yod dan Rhean)
menganggap Zad hanya ingin cari muka kepada kedua orangtua Gendis (pacarnya).
Hambatan juga tak berada pada sahabatnya yang kontra, papa yang tak suka kalau
Zad berhubungan dengan gadis desa membuat Zad tersiksa dan harus dihadapkan
pada pilihan pelik, memutuskan Gendis atau tidak akan ada bantuan apa pun.
Gaya penulisanya cukup mengalir dengan bahasa yang jelas.
Menggunakan sudut pandang orang ke tiga dan alur flash back yang cukup menarik
dan tidak membingungkan. Keunggulan dalam novel ini adalah dari segi detail
cerita, dimana meliputi setting, dan seluk beluk sejarah serta filosofi tentang
apa yang dibahas.
Tak hanya masalah kebudayaan saja, persahabatan dan percintaan
hingga keluarga disuguhkan oleh penulis dalam novel Karena Aku Tak Buta. Namun
menurut saya pribadi ada beberapa bagian yang dalam penyampaian pesannya masih
kurang halus. Ada beberapa bagian dalam penyampaian informasinya seperti
artikel non fiksi.
Novel ini juga sangat taat pada EYD. Terlihat jelas dari
semua kata dalam bahasa yang tak baku dicetak miring, padahal novel ini bisa
dikategorikan teenlite yang memang akan banyak ditemukan kata-kata dalam bahasa
gaul dan tak baku.
Satu hal terpeting, novel ini sudah berhasil menjawab tema
yang disuguhkan oleh penyelenggara lomba, yakni; seberapa Indoneiakah dirimu?
Peresensi : Reyhan M Abdurrohman
Reyhan M Abdurrohman dan Novel Karena Aku Tak Buda |
0 komentar