Istilah filsafat dan
agama mengandung pengertian yang dipahami secara berlawanan oleh banyak
orang. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal, sedangkan agama
bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir sementara
agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat mebahas sesuatu dalam rangka
melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama tidak
selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang tidak
terlalu memperhatikan aspek logisnya.
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,
keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.
A.
Tujuan
Tujuan
utama filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika
(kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun hakikat keaslian (metafisik)
Beberapa
tujuan agama terhadap kehidupan manusia yaitu :
1. Menegakan kepercayaan manusia hanya
kepada Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
2. Mengatur kehidupan manusia di
dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai
kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
3. Menjunjung tinggi dan melaksanakan
peribadatan hanya kepada Tuhan.
4. Menyempurnakan akhlak manusia.
Agama
juga berperan untuk menciptakan suatu perdamaian bagi masyarakat dan sebagai
alat yang dapat dijadikan sebagai penumbuh rasa solidaritas.
Untuk
menciptakan iklim damai tersebut, perlu dibentuk pranata-pranata sosial yang
menjadi infrastruktur bagi tegaknya suatu perdamaian dalam masyarakat.
Dalam
hal ini peranan pemimpin keagamaan, seperti ulama, pendeta, kyai dan para
jemaah agama, adalah sangat penting bagi terwujudnya suasana damai dan
kondusif dalam kehidupan beragama manusia sehari-hari.
Tujuan etika adalah untuk mendapatkan konsep mengenai
penilaian baik buruk manusia sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
-
Pengertian baik: segala perbuatan yang baik.
-
Pengertian buruk: segala perbuatan yang tercela.
Dalam
menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum
memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil
yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan
masyarakat dapat terlindungi.
B.
Hakikat Filsafat
Filsafat merupakan ilmu yang dasarnya adalah pemikiran
manusia yang menyeluruh. Bisa dikatakan filsafat adalah sumber dari segala
cabang ilmu. Pengertian filsafat dapat didekati paling sedikit dari segi:
filsafat dalam arti harfiah, filsafat secara operasional, filsafat dari sudut
isinya (materinya), dan filsafat sebagai produk atau hasil pemilsafatan.
Ciri-ciri Pemikiran Filsafat
1. Sangat umun atau universal
Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum, dan
tingkat keumumannya sangat tinggi. Karena pemikiran filsafat tidak bersangkutan
dengan objek-objek khusus, akan tetapi bersangkutan dengan konsep-konsep yang
sifatnya umum, misalnya tentang manusia, tentang keadilan, tentang kebebasan,
dan lainnya.
2. Tidak faktual
Kata lain dari tidak faktual adalah spekulatif, yang artinya filsafat
membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan
pada bukti. Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui tapal batas dari
fakta-fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban yang didapat dari dugaan-dugaan
tersebut sifatnya juga spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa pemikiran
filsafat tidak ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat tidak termasuk dalam
lingkup kewenangan ilmu khusus.
3. Bersangkutan dengan nilai
C.J. Ducasse mengatakan bahwa filsafat merupakan usaha untuk mencari
pengetahuan, berupa fakta-fakta, yang disebut penilaian. Yang dibicarakan dalam
penilaian ialah tentang yang baik dan buruk, yang susila dan asusila dan
akhirnya filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan nilai. Maka
selanjutnya, dibentuklah sistem nilai, sehingga lahirlah apa yang disebutnya
sebagai nilai sosial, nilai keagamaan, nilai budaya, dan lainnya.
4. Berkaitan dengan arti
Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh dengan arti. Agar para
filosof dalam mengunkapkan ide-idenya sarat denga arti, para filosof harus
dapat menciptakan kalimat-kalimat yang logis dan bahasa-bahasa yang tepat,
semua itu berguna untuk menghindari adanya kesalahan/sesat pikir (fallacy)
5. Implikatif
Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi
(akibat logis). Dari implikatif tersebut diharapkan akan mampu melahirkan
pemikiran baru sehingga akan terjadi proses pemikiran yang dinamis dari tesis
ke anti tesis kemudian sintesis, dan seterusnya...sehingga tidak ada habisnya.
Pola pemikiran yang implikatif (dialektis) akan dapat menuburkan intelektual.
C.
Hakikat Agama
Agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga
disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran
kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Agama
secara umum adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi (yang dipercayai dapat memberi
keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia) upaya
tersebut dilakukan dengan berbagai ritus (secara pribadi dan bersama?) yang
ditujukan kepada Ilahi.
Setiap agama
pada dasarnya terdiri dari empat unsur, yaitu:
1.
Ajaran
(teori; konsep) sebagai sisi gaib
2.
Iman sebagai
interaksi antara pelaku dan konsep,
3.
Ritus
(upacara) sebagai sistem lambang, dan
4.
Praktik
(amal) sebagai perwujudan konsep dalam segala segi kehidupan individu dan masyarakat.
D.
Hakikat Nilai
Pengertian
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia.
Nilai
pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya.
Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik
kenyataan-kenyataan lainnya.
Max
Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan
luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu
:
1.
Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2.
Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi
kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
3.
Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan
kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
5.
Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah
modalitas nilai dari yang suci.
Sementara
itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1.
Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
jasmani manusia,
2.
Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
3.
Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang bersifat
rohani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
a.
Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio,
budi, akal atau cipta manusia.
b.
Nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada
perasaan manusia.
c.
Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang
bersumber pada unsur kehendak manusia.
d.
nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan
bersifat mutlak.
E.
Hubungan Agama,
Etika dan Nilai
Nilai
agama atau Norma Agama adalah peraturan hidup yang harus diterima manusia
sebagai perintah-perintah, larangan larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber
dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman
dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
Norma-norma
itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud: perintah dan
larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma
tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu
oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan
kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena
akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Contoh
norma agama ini diantaranya ialah:
1.
Beribadah
sesuai dengan agama dan keyakinan.
2.
Beramal
saleh dan berbuat kebajikan.
3.
Mencegah,
melarang, dan tidak melakukan perbuatan maksiat, keji, dan mungkar.
Norma
agama yang berasal dari Tuhan ini bertujuan untuk menyempurnakan keadaan
manusia agar menjadi baik,dan tidak menyukai adanya kejahatan-kejahatan yang
terjadi. Norma ini tidak di tujukan kepada sikap lahir, tetapi pada sikap batin
manusia yang di harapkan batin tersebut sesuai dengan norma agama yang ia
yakini sebagai sebuah kepercayaan. Norma agama ini hanya memberikan kewajiban
kepada manusia tanpa memberi hak kepada mereka, mereka harus mentaati dan
melaksanakan norma agama tersebut.
Maka
hubungannya ialah sebagai berikut: dasar dari etika dan etiket ialah filsafat
tentang perilaku yang baik dan yang buruk. Etika berhubungan erat dengan norma
seperti tata cara, kebiasaan, sopan santun, dan adat. Norma ialah perwujudan
dari nilai-nilai. Sehingga nilai dan norma sangat penting untuk membentuk
suatu etika. Dengan adanya nilai dan norma akan dapat membuat lingkungan
bertindak sesuai etika yang berlaku dalam lingkungan masyarakat.
F.
Hukum Etika dan
Etiket
1.
Pengertian
Etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral.
Etiket
adalah adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam
pergaulan agar hubungan selalu baik.
2.
Pandangan
Etiket
memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket
bisa juga bersifat munafik.
Sedangkan
etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat
munafik, sebab orang yang bersifat etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik. Baik pada diri seseorang maupun pada
suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Yang berarti etika berkaitan dengan
nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala
kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain. Dengan kata
lain, etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
G.
Paradigma
Manusia Utuh
Pada
intinya, ada satu alasan sederhana yang umum sekali, kenapa ada begitu banyak
orang yang merasa tidak puas dalam pekerjaan mereka, dan kenapa banyak sekali
organisasi tidak berhasil menarik dan memanfaatkan bakat, kecerdikan, dan
kreativitas orang-orangnya dan tidak pernah menjadi organisasi yang
sungguh-sungguh hebat dan bertahan lama. Situasi itu bermula dari paradigma
yang tidak komplet mengenai siapa sesungguhnya kita ini. Dengan kata lain,
paham dasar kita mengenai kodrat manusia.
Adalah
kenyataan yang mendasar bahwa manusia bukanlah benda atau barang yang perlu
dimotivasi dan dikendalikan. Manusia memiliki empat dimensi—tubuh, pikiran,
hati dan jiwa
Bila
Anda mempelajari semua filsafat dan agama, baik Barat maupun Timur, sejak awal
sejarah yang tercatat, pada dasarnya Anda akan menemukan keempat dimensi
tersebut: fisik/ekonomis, mental, sosial/emosional, dan spiritual. Seringkali
digunakan istilah yang berbeda, tetapi semuanya mencerminkan empat dimensi
kehidupan yang universal. Ini juga mencerminkan empat kebutuhan motivasi dasar
dari semua orang, yaitu: untuk hidup (bertahan hidup), menyayangi (hubungan pertalian),
belajar (tumbuh dan berkembang) dan meninggalkan nama baik (makna dan
sumbangan)
0 komentar