![]() |
Novel Kafe Serabi Karya Ade Ubaidil |
Judul :
Kafe Serabi
Penulis :
Ade Ubaidil
Penerbit :
de TEENS
Cetakan Pertama :
Agustus 2015
Perempuan
Gendut Punya Cerita
Peresensi : Reyhan M Abdurrohman
Kafe Serabi,
sebuah kafe unik dengan interior lokalitas budaya dipadukan dengan gaya modern,
sebagai saksi sebuah cerita bergulir. Adalah Anggun. Seorang mahasiswi tingkat
akhir yang memiliki tubuh gemuk. Dia punya sugar glider sebagai hewan
peliharaan yang sering dibawa ke mana-mana, bernama Tata.
Memiliki tubuh
gemuk bukanlah keinginan Anggun. Apalagi teman-temannya lebih senang mengejek
dan mem-bully keadaan fisiknya yang berbeda dengan sebayanya kebanyakan.
(Hal. 9)
Selain punya
sahabat baik seperti Anton dan Mila yang selalu mendukung dan menyemangati
Anggun dikala Anggun di-bully, Anggun juga punya musuh yang dijulukinya
medua berbisa, Nia. Anggun seringkali dikerjain, hingga Anggun tak betah berada
di kampus.
Persahabatan
tidak selamanya berjalan mulus. Terkadang ada masalah sepele yang membuat persahabatan
Anggun terusik. Butuh waktu untuk merenunginya hingga pada akhirnya saling
memafkan. (Hal. 41)
Bosan dengan
skripsi yang sedng dikerjakannya, kini Anggun punya hobi baru. Dia lebih sering
menulis meumpahkan segala emosi dan keluh kesahnya di laptopnya. Suatu waktu
Anggun mendatangi Kafe Serabi untuk mencari suasana baru dalam menulis. Dia
tahu tempat ini tidak sengaja, dulu saat menambal ban di dekat Kafe Serabi.
Di sela-sela
kesendirian, Anggun menulis banyak tentang kehidupannya. Kenapa akhir-akhir ini
dia merasa cemburu, ya, setiap kali melihat teman-teman yang gonta-ganti DP di
BBM, unggah foto di instagram, path, maupun facebook? Rata-rata mereka
mengumbar kemesraan dengan kekasih. (Hal. 47)
Anggun hampir
tak percaya saat ada pria ganteng bule, dengan tubuh tegap menghampiri mejanya.
Pria tersebut minta ijin duduk semeja dengan Anggun, tapi Anggun masih
tercengang tak percaya.
“Keanu
Lazuardi. Kau bisa memanggilku Ken saja.” (Hal. 50)
Ken
menceritakan kalau menemukan KTP Anggun yang terjatuh di parkiran dan berniat
mengembalikannya. Ternyata keteledoran Anggun bisa jadi keberuntungannya.
Perkenalan dilanjutkan lewat BBM. Setelah
semakin akrab, Ken mengajak Anggun untuk ketemuan lagi di Kafe Serabi. Anggun
pun mengiyakannya.
Mereka duduk di
meja lesehan. Keduanya sama gugupnya, tidak seperti waktu pertama kali bertemu.
Keduanya kikuk, suasananya kaku. Hingga tiba-tiba Ken memberikan cincin pada
Anggun dan menyatakan cintanya. Sungguh Anggun tak percaya saat itu. Rasanya
Anggun ingin pingsan. Ini seperti mimpi saja. (Hal. 62)
Ternyata Ken
makin serius berhubungan dengan Anggun. Ken mengajak Anggun untuk makan malam
bersam keluarganya, sekaligus mengenalkan Anggun pada keluarganya. Namun hal
yang sama sekali tak diduga justru terjadi. Anggun bertemu Nia—musuhnya di
kampus—yang ternyata sepupu Ken. Malam itu, Nia ikut makan malam bersama
keluarga Ken. Anggun rasanya ingin pingsan pada detik itu juga. Dia seakan
sudah bisa meramal apa yang akan terjadi selanjutnya. (Hal. 79)
Hubungan Anggun
dan Ken terus berlanjut. Namun Ken merasa tak memiliki rasa yang seharusnya
ada. Ada hal yang dia tak bisa terima, tentang dirinya. Itupun masih menjadi
rahasia.
Anggun mengajak
Mila dan Anton ke Kafe Serabi. Ini adalah kali pertama Anggun mengajak mereka
ke Kafe Serabi. Anggun ingin sekaligus cerita soal Ken. Namun Anggun harus
melihat kenyataan yang terjadi di kafe tersebut, tentang Ken.
Kabar
mengejutkan disampaikan Mila pada Ken. Anggun kecelakaan saat pulang dari Kafe
Serabi bersama Anton dan Mila. Padahal Ken sedang memikirkan untuk bagaimana
memutuskan Anggun. Ken merasa hubungannya tak bisa berlanjut, karena Ken belum
menemukan rasa yang semestinya ada. (Hal. 113)
Novel yang
mengangkat tema cinta dalam dalam balutan lokalitas kota Cilegon. Menampilkan
keresahan-keresahan penulis melewati tokoh, tentang kehidupan tokoh, dan
tentang kota yang menjadi setting cerita ini bergulir.
Ceritanya
begitu manis dan mengalir. Dialog-dialog khas anak kuliahan begitu cair dan
terkesan tidak dibuat-buat. Khas anak muda. Ringan, dan cukup menghibur. Bab-babnya
lumayan pendek, sehingga tak membuat pembaca cepat bosan.
Karakter tokoh,
terutama tokoh utama kurang begitu terasa. Pembaca masih meraba, segemuk apa
Anggun hingga sepertinya hidupnya selalu dihina. Begitupun dengan tokoh yang
lain.
Namun
penggunaan sudut pandang yang sering berubah dari sudut pandang orang pertama
yang berubah tokoh, hingga sudut pandang orang kedua di novel ini kerap membuat
pembaca bingung. Penulis terkesan kurang mahir memainkan dan menampilka isi
hati dan kepala tokoh melalui cara lain—selain ganti sudut pandang. Jika memang
terpaksa berganti sudut pandang, bisa menampilkan clue khusus agar dari awal
pembaca tahu akan membaca dari sudut pandang tokoh siapa.
2 komentar
thanks reviewya, patut dibaca
ReplyDeleteterima kasih sudah mampir
Delete