![]() |
Novel Hamdim, Pistim, Yandim - via goodreads |
Judul : Hamdim, Pistim, Yandim
Penulis :
Ayun Qee
Penerbit :
DIVA Press
Tebal :
256 hlm
Cetakan Pertama :
Desember 2013
Gadis
yang Terlalu Percaya pada Mimpi
Peresensi
: Reyhan M Abdurrohman
Cerita
dengan judul yang membuat kening pembaca berkerut dibuka dengan mimpi buruk
Kimya yang menjadi tokoh utama dalam novel ini. Mimpi yang mengerikan tentang
ancaman pembunuhan oleh Tante Mel, selingkuhan ayahnya.
Mengerikan!
Belati tajam itu tampak mengkilap dengan kegelapan. Siap memburaikan isi perutku.
Perempuan itu tersenyum sinis, menyeringai ke arahku yang tersungkur di sudut
ruangan. (halaman 19).
Mimpi
buruk tentang acaman tersebut seringkali hadir hingga kesehatan kejiwaan Kimya
terganggu. Kimya dibawa Ibunya ke psikiater dan divonis mengidap skizofrenia
paranoid berlebihan. Akibat penyakit itu, Kimya sering menyendiri karena takut
degan sekitar, bahkan Galang—pacarnya sendiri dicurigai sebagai suruhan Tante
Mel.
Penderitaan
Kimya kian terasa saat Galam memutuskan untuk meninggalkan Kimya. Bukannya
membantu penyembuhan malah memutuskanya. Kimya tak lagi punya tempat bersandar.
“Kau
tahu, kan, salah satu targetku tahun ini adalah terpilih menjadi ketua BEM.
Tapi, bagaimana mungkin mereka akan memilihku jika aku berpacaran dengan orang
yang dinggap gila...” (halaman 49).
Seseorang
hadir dalam mimpinya. Menemuinya dengan misterius dan pergi dengan misterius
pula, namanya Zohal. Meski sebentar, Kimya mampu menuangkan segala
keluh-kesahnya pada pemuda tampan tersebut. Kimaya merasa punya teman baru yang
bisa menenangkannya. Namun dalam setiap perpisahan, Zohal selalu mengatakan Hamdim,
Pistim, Yandim yang membuat beribu pertanyaan di kepala Kimya.
Semakin
ke sini, kesehatan jiwa Kimya membaik. Ini semua berkat pertemuannya dengan
Zohal yang sampai sekarang masih disembunyikannya sendiri.
Suatu
ketika, Zohal menemuinya lagi dalam mimpi dan meminta Kimya menemuinya pada 17
Desember di Konya, Turki. Tepatnya pada malam pengantin; Shebi Arus.
“Datanglah,
Kimya..., kumohon. Datanglah tepat pada 17 desember,” bisik Zohal. (halaman
74).
Mimpi
itu menggantungkan tanya di kepala Kimya, apa maksudnya. Namun di sisi lain
Kimya ingin sekali bertemu Zohal di Konya, tapi rasanya itu mustahil.
Perkembangan
kesehatan Kimya semakin baik. Perlahan Kimya minta ijin ke Ibunya agar
membolehkannya berlibur ke Turki. Namun degan tegas ibunya melarang. Apa yang
direncanakan Kimya memang tak masuk akal. Tapi Kimya seperti punya keyakinan
besar bahwa Zohal akan menunggunya di malam pengantin tanggal 17 Desember di
Konya, Turki. Beruntunglah, Tante Alma kebetulan akan ke Turki dan Kimya
diperbolehkan ikut dengannya. Sontak Kimya kegirangan.
Aku
nyaris tak percaya dengan ucapan Tante Alma. Ia bak dewi penolong yang
membawakan keajaiban untukku... (halaman 82).
Kimya
dan Tante Alma akan menginap di Ankara, tepatnya di kediaman Tante Shanaz--teman
Tante Alma. Mereka dijemput di Bandara Ankara Esenboga oleh Kiral, putra dari Tante
Shanaz. Di Ankara Kiral menjadi tour guide yang siap mengantarkan Kimya
keliling Ankara. Di tengah kebahagiaannya di Turki, datang kabar menyedihkan
dari Indonesia, yakni ayah Kimya resmi menikah dengan Tante Mel. Namun Kimya
berusaha tegar dengan kabar tersebut. Ibunya yang mengejarkan ketegaran
tersebut. Kabar tersebut tak menyurutkan semangat Kimya untuk bertemu Zohal 17
Desember nanti.
Setiap
berada di tempat umum, aku selalu berharap bisa bertemu Zohal secara tidak
sengaja. (halaman 124).
Tujuan
utama Kimya ke Turki adalah bertemu Zohal, isi kepalanya pun wajah Zohal.
Setiap jalan-jalan yang dicari adalah wajah Zohal.
Sevilin—anak
angkat Tante Shanaz datang ke rumah
mereka dalam keadaan sedih. Ternyata Sevilin akan dijodohkan pada orang yang
tidak dicintainya. Sevilin hanya mencintai Kiral, namun Kiral ternyata sedang
jatuh cinta pada orang lain. Lagipula perempuan Turki tidak bisa menolak
pinangan. Pertunangan pun terjadi.
“Aneh.
Kamu ingin datang ke Shebi Arus tapi tak tahu arti Shebi Arus itu
sendiri. Hahaha...,” Kiral tergelak... (halaman 165).
Akhirnya
Kimya jujur dengan tujuannya ke Turki, namun tetap menyembunyikan apa yang akan
dia lakukan di acara Shebi Arus tersebut, yakni bertemu Zohal.
Akhirnya
mereka berangkat ke Konya menghadiri acara Shebi Arus, yakni perayaan
kematian Maulana Jalaluddin Rumi setiap 17 Desember. Sampai di Otogar—terminal
bus Konya, Kiral bertemu Mosa, teman akrabnya. Mereka pun pergi bersama naik
mobil Mosa ke Mevlana Kultur Merkezi atau tempat Kebudayaan Maulana.
Zohal
hanya memintaku datang ke sini pada 17 Desember, saat perayaan Shebi Arus,
tanpa memberi tahu di mana aku bisa menemuinya. Dan, aku tak pernah menyangka
jika pengunjungakan sebanyak ini. (halaman 180).
Ini
tidak seperti yang dibayangkan Kimya, di sini sangat ramai, dan dia tak
menemukan wajah Zohal di antara orang-orang yang dilihatnya. Whirling
dervish di mulai, di tengah keterpanaan Kimya tentang acara ini, terselip
kegelisahan tentang Zohal. Apa yang dilihatnya sama seperti mimpinya. Penari dengan
jubah lebar berputar ke kiri terus dalam waktu cukup lama.
Acara
selesai, Kimya semakin gelisah karena belum bertemu Zohal, bahkan dia bingung
harus menemuinya di mana.
Adalah
perbuatan gila barangkali, jika kau menunggu seseorang yang tak pernah tahu
kapan ia akan datang. (halaman 189).
Dingin
semakin gigil. Seseorang datang menghangatkan. Sepasang mata biru dengan wajah
tampan, Zohal. Kimya terlonjak girang. Zohal menyerahkan boneka whirling
dervish berwana hitam sambil berkata, “Hamdim,” kemudian menyerahkan
boneka berwarna abu-abu dan berkata, “Pistim,” selanjutnya menyerahkan
boneka terakhir berwarna putih dan berkata, “Yandim.” Kimya melongo tak
mengerti. Namun sangat disayangkan Zohal pergi dengan cara misterius dan
ternyata Kimya hanya bermimpi. Dia terbangun dan mendapati berada di kamar
berukuran 4 x 4 meter. Dia terkejut saat mendapati tiga boneka whirling dervish
bertengger di atas meja.
Kimya
malah mengira ini adalah rumah Zohal. Tapi bukan, ini rumah Mosa. Mosa dan
Kiral menjelaskannya bahwa Kimya pingsan dan dibawa ke rumah Mosa. Berikut tiga
boneka tersebut adalah pemberian Kiral. Hati Kimya kembali pedih. Perjalanan ini terasa sia-sia karena dia
terlalu percaya pada mimpi.
Hari-hari
Kimya di Konya terasa percuma. Dia lebih banyak diam dan menyendiri. Ini
salahnya yang terlalu percaya pada mimpi. Sebuah teka-teki yang akan
terpecahkan di ending. Tentang makna tiga kata dalam bahasa turki yang berarti
mentah, dimasak dan dibakar. Tentang siapa orang yang Kiral cinta, tentang
Zohal dan arti perjalanan Kimya sampai di Konya.
Rasa Turki begitu kental dalam novel ini. Mengupas
tentang perayaan malam pengantin; Shebi arus. Banyak nilai moral yang
tersirat dalam novel karya Ayun ini, termasuk yang paling utama adalah arti
dibalik tiga kata yang menjadi judul novel ini. Memang mempercayai mimpi adalah
hal gila, dan perlu alasan kuat untuk mengamininya, tapi perjalanan Kimya tidak
percuma saja, karena banyak pelajaran yang dapat di petik.
0 komentar