Review ini ditulis oleh Ariska @Aoirisuka yang dikirim ke email saya. Sebetulnya lebih ke komentar dan curhatan dia tentang Novel Mendayung Impian. Tapi tidak mengapa, apa pun komentar dalam bentuk apa pun itu, saya pribadi tetap berterima kasih, karena berkenan membaca dan memberikan komentar untuk kemajuan karya-karya saya selanjutnya.
Sebelumnya saya sudah minta ijin untuk mem-publish isi email beliau, dan syukurlah belia mengijinkannya. Beriku adalah emailnya:
*****
Dek
Reyhan, komen atau pendapat tentang Mendayung Impian kutuangkan di sini saja
ya, karena super panjang jika lewat twitter,
hehe... Sedikit curcol, semenjak mengalami tentangan yang kuat soal impian,
antena tak terlihat di atas kepalaku sangat peka mendengar atau membaca kata
‘impian’. Seketika aku akan tertarik. Seperti yang sudah kukata, judul serta back cover bukumu menarik minatku untuk
membeli dan membacanya.
Review dariku
ini mungkin lebih tepat dibilang bersifat subjektif alih-alih objektif. Bagaimana
pun, aku mengomentari bukumu dari sudut pandang seorang pembaca (jumlah tunggal
bukan jamak). Jadi maaf sebelumnya kalau ada yang Dek Rey sendiri merasa kurang
setuju dengan pendapat-pendapat dariku. Namun yang penting, aku mengulas dengan
jujur dan semuanya mengalir saja dari hati.
Pada
bab-bab awal Mendayung Impian, Dek Rey menulis dengan gaya tulisan yang
mengindikasikan berapa usia sang penulis (yakni Dek Rey yang mungkin masih duduk
di bangku kuliah). Bukan secara tersurat, melainkan secara tersirat. Aku bisa
tahu berada di kisaran umur berapa Dek Rey dilihat dari gaya tulisannya,
sekalipun tanpa membaca halaman paling akhir terlebih dahulu. Tentu ini bukan
merupakan masalah, karena tulisan seorang penulis tumbuh atau berkembang
seturut usia dan orientasinya (ini empiris, hehe...) Mencapai awal mendekati
pertengahan buku hingga seterusnya, Dek Rey bisa konsisten dalam menggunakan
gaya bahasa original milik Dek Rey.
Menurutku, selain bagian awal, gaya tulisan telah menunjukkan kematangannya,
begitu istilahnya J
Oke,
tinggalkan perihal gaya tulisan, sekarang akan kubahas banyak rangkaian kalimat
Dek Rey yang mengandung kejutan, dan yang sanggup bermain dengan indera(ku
sebagai pembaca). Tidak akan kusebutkan semua kalimat tersebut. Untuk
contohnya, kalimat yang menurutku mampu membangkitkan indera atau perasaan
adalah:
Akhirnya,
wanita itu mendapatkan peran (hal 53)
Sepertinya,
ia tak berhasil menghidupkan patung di sampingnya itu (hal 57)
Mencari
kedamaian lewat lukisan alam di atas sana (hal 125)
...
namun lidahnya menolak rasa (hal 113)
Ya,
kalimat-kalimat sejenis itu. Jika ingin tahu semuanya, tinggal tengok saja
bukumu padaku yang sudah kuwarna di sana-sini, hehehe... Dek Rey punya bank kalimat yang ‘tak terpikirkan’,
mengandung kejutan.
Di samping diksi, gaya tulisan, gaya
bahasa, alur, tokoh, atau unsur intrinsik cerita lainnya, aku akan membahas hal
lain. Secara keseluruhan, Mendayung Impian menyuarakan harapan-harapan mereka
yang hidup di daerah pedalaman. Buku ini juga menyajikan kritik-kritik sosial
yang meskipun tidak bold atau
terang-terangan, tetap kritik-kritik itu mengena. Aku selalu berharap para
pejabat bangsa ini yang akrab dengan kegiatan korupsi banyak membaca buku-buku
kritis seperti Kubunuh Di Sini by Soe Tjen Marching, Mellow Yellow Drama by Audrey Yu Jia Hui, Cheesy Notes from Holland by Yuhendra, Negeri Van Oranje, Muridku
Guru Terbaikku, atau Mendayung Impian karya Dek Rey ini. Tetapi kukira mereka
tak gemar membaca. Aku yakin, jika mereka mau membaca buku-buku kritis yang
bertebaran di tokbuk, mereka akan merasa ditinju-tampar berulang kali.
Pada paragraf ini, bukan lagi curcol
namanya, melainkan murni curhat, hehe... Tak apa-apa ya Dek Rey? Hampir sama
dengan apa yang Vano alami, impianku juga mendapat tentangan (kuat). Bedanya,
Vano oleh papanya, sedangkan aku oleh mama. Perbedaan lainnya, Vano ingin
menjadi guru, sedangkan aku penulis. Jika sekarang di bio twitku aku berprofesi
sebagai writer dan juga teacher, itu karena memang aku mengajar
(memberi les) di samping aktif menulis.
Penulis
adalah impianku sejak kelas 5 SD. Aku menjadikannya profesi utama, dan mengajar
kuanggap pekerjaan sampingan. Guru adalah impian mama yang berhasil setengahnya
kujalani (karena untungnya sebagian hatiku juga ada di situ (mengajar)). Selain
itu, mama ingin aku bekerja di perusahaan asing atau mengajar di sekolah.
Padahal beliau tahu aku tak suka kerja kantoran dan tak suka rutinitas yang
terlalu (maklum, Sagittarius J) Pernah
seumur-umur baru itu terpikirkan olehku untuk kabur (seperti Vano) karena
jengah oleh usikan mama yang rasanya abadi. Namun, perlahan mama berhenti
mengusikku meski sesekali usikannya muncul. Tak pernah aku membiarkan pemaksaan
impian berlangsung dalam hidupku. It’s my
life, my decisions, my bliss, my heart, my soul – untuk menulis sampai
mati.
Sempat
aku bekerja di bimbel. Tetapi karena banyak memangkas kegiatan menulisku, aku
memutuskan keluar dan membuka les-lesan sendiri di rumah. Sungguh aku tak bisa
jauh-jauh dari kegiatan menulis. Serasa sebagian jiwaku ikut terbunuh bilamana
aku tak lagi menulis. Sekedar info, aku juga mengikuti lomba menulis antologi
Curhatku untuk Semesta dan Ibuku Berbeda, namun aku gagal. Tapi aku PERCAYA
Tuhan itu adil. For everything u lost, u
gain something else. Sejauh ini, 5 cerpenku terbit dalam antologi dari event penerbit yang berbeda. 4 terbit
indie dan 1 lewat penerbit major (Dream to be A Hero published by DIVA
Press, ada di tokbuk) J
Melihat
Dek Rey, yang lebih muda 4 tahun dariku, aku merasa belum apa-apa. Dek Rey
sudah menghasilkan novel utuh bertuliskan nama sendiri pada covernya (bukan
antologi yang barengan penulis lain). Di usia muda, Dek Rey sudah banyak
berkarya. Kau mengingatkanku pada penulis Orihara Ran. Ia lebih sangar lagi
dibanding diriku. Usia kami berdua sama, dan ia telah menghasilkan 5-6 novel,
sedangkan aku baru 5 antologi. Andai impianku terdukung sedari dulu L Tapi tak apa, aku senantiasa
mendapat suntikan semangat dari buku The
Alchemist by Paulo Coelho, dari seorang sahabatku yang betul-betul di
pihakku hingga akhir, dari motivasi-motivasi yang kudapat dari berbagai buku
(selain penulis, aku juga bibliophile).
Di antara buku itu, termasuk pula Mendayung Impian karya Dek Rey. Aku ingin
menjalani dan menghidupi impianku. I
wanna live life to the fullest, as long as I breathe on this earth.
Begitu
review serta curhat dariku Dek Rey.
TERIMA KASIH jika sempat menunggu (pede) komen dariku yang ternyata melanglang
buana sepanjang ini. Membeli Mendayung Impian masuk dalam daftar syukurku.
Karena selain mngingatkanku pada impianku, juga memberi beberapa wawasan
tentang realitas di bumi Kalimantan dan bahasa Dayak Iban. Oh ya, SD Mini
Penggerak mengingatkanku pada sekolah Lintang di Belitung dalam novel Laskar
Pelangi by Andrea Hirata. Sekali lagi, terima kasih Dek Rey telah meluangkan
waktu untuk membaca ini. Glad to know u.
From,
Ariska
*****
0 komentar