PENGUNGKAPAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN: PERSPEKTIF
TEORITIS
I.
Latar Belakang
Akhir-akhir
ini terjadi semacam evolusi dalam praktik pelaporan keuangan yaitu makin
banyaknya informasi yang diungkapkan dalam pelaporan keuangan melalui
pengungkapan sukarela. Salah satu aspek sukarela tersebut adalah informasi
tentang aspek sosial dan lingkungan.
Salah
satu alasan perusahaan mengikuti fenomena ini adalah keinginan perusahaan agar
terlihat legitimate di mata stakeholders-nya. Maka semakin
berkembangnya informasi yang dibutuhkan serta alasan di atas, memaksa
perusahaan untuk mempelajari pengungkapan informasi tersebut.
II.
Perkembangan Social And Environmental Disclosure
A. Lingkup pengungkapan
sosial dan lingkungan
Belum
ada definisi tunggal yang digunakan untuk menunjukkan pengungkapan sosial dan
lingkungan. Akibatnya samapai sekarang masih ada perbedaan pendapat berkaitan
dengan isi PSL. Misalnya, perbedaan pandangan tentang tujuan pengungkapan,
kualitas dan jenis informasi yang diungkapkan, audience-nya, cara pengungkapan yang terbaik dan sebagainnya.
Namun
demikian terminologi pengungkapan sosial dan lingkungan dapat dikaitkan dengan
konsep “Social Audit” yang
dikemukakan Elkington (1997), Social
Audit adalah proses memungkinkan organisasi untuk menilai kinerjanya
berdasarkan harapan dan persyaratan yang ditentukan masyarakat.
Wiesman
(1982) bependapat bahwa pengungkapan sosial dan lingkungan berisi tentang :
a.
Diskusi
tentang regulasi dan persyaratan tentang dampak lingkungan
b.
Kebijakan
lingkungan atau kebijakan perusahaan tentang lingkungan
c.
Konservasi
sumber alam
d.
Penghargaan
atas kepedulian terhadap lingkungan
e.
Usaha
melakukan daur ulang
f.
Pengeluaran
yang dilakukan perusahaan berkaitan dengan penanganaan lingkungan
g.
Aspek
hukum (litigasi) atas kasus berkaitan dengan dampak lingkungan yang disebabkan
perusahaan.
Manfaat
yang diperoleh dari praktik PSL: menselaraskan nilai-nila perusahaan dengan
nilai-nilai sosial, menghindari tekanan dari kelompok tertentu, meningkatkan image dan reputasi perusahaan,
menunjukkan prinsip-prinsip manajerial dan menunjukkan tanggung jawab sosial
perusahaan (O’Donovan 2002)
Presotn
dan Post (1975, p.2) mengatakan, “Karena unit bisnis merupakan elemen yang
penting dan besar dalam masyarakat, unit tersebut diharapkan terus berinisiatif
dan berpartisipasi dan responsif dalam proes pengambilan keputusan sosial.”
Parker
(1986, p.76) menyimpulkan bahwa,
... social disclosure dapat berfungsi
sebagai respon dini perusahaan terhadap tekanan peraturan dan sebagai counter terhadap intevensi pemerintah
atau tekanan dari kelompok eksternal. Oleh karena itu, dari pandangan ini, social disclosure mungkin digunakan
untuk mengantisipasi atau menghindari tekanan sosial. Pada saat yang sama
pengungkapan tersebut digunakan untuk meningkatkan reputasi pengungkapan
tersebut untuk meningkatkan reputasi perusahaan di mata publik.
B. Alasan pengungkapan sosial dan lingkungan
Deegan
(2002) mengungkapkan alasan mengapa manajer perusahaan secara sukarela
mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan:
a.
Keingingan
untuk mematuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang. Ini sebenarnya
bukanlah alasan utama yang ditemukan di berbagai negara, karena tidak banyak
aturan yang meminta perusahaan mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan
(Deegan 2000)
b.
Pertimbangan
rasionalitas ekonomi (economic rationaly).
Ini memberi keuntungan bisnis, karena perusahaan “melakukan hal yang benar”, dan
alasan ini dipandang sebagai motivasi utama. (Friedmann 1962)
c.
Keyakinan
dalam proses akuntabilitas untuk melaporkan. Manajer berkeyakinan bahwa orang
memiliki hak yang tidak dapat dihindari untuk memperoleh informasi yang memuaskan
(Hasan 1998; Donaldson dan Preston 1995; Freeman dan Reed 1983) tidak peduli
dengan cost yang diperlukan untuk
menyajikan informasi tersebut.
d.
Keinginan
untuk mematuhi keinginan peminjaman.
e.
Untuk
mematuhi harapan masyarakat, baragkali refleksi atas pandangan bahwa kepatuhan
terhadap “ijin yang diberikan masyarakat untuk beroperasi” (atau “kontrak
sosial”) tergantung pada penyediaan informasi berkaitan dengan kinerja sosial
dan lingkungan (Deegan 2002).
f.
Sebagai
konsekuensi dari ancaman terhadap legitimasi perusahaan (Deegan et al, 2000;
2002; Patten 1992).
g.
Untuk
me-manage kelompok stakeholder tertentu yang powerfull (Ullman 1985; Roberts 1992;
Evan dan Freeman 1988; Neu et al 1998)
h.
Untuk
menarik dana investasi.
i.
Untuk
mematuhi persyaratan industri, atau code
of conduct tertentu (Deegan dan Blomquist 2001)
j.
Untuk
memenangkan penghargaan pelaporan tertentu. Misalnya penghargaan yang diberikan
oleh the Association of Chartered
Certified Acountans (Deegan dan Carol 1993).
III.
Teori Yang Melandasi
Berikuit
adalah pengelompokan teori yang dibuat oleh Gray, Kouhy dan Lavers (1995b).
A. Decision-Usefulness
Pendekatan
ini berusaha menjelaskan praktik PSL dari sudut pandang manfaat yang diperoleh
dari pengungkapan informasi sosial dan lingkungan. Ini mempunyai dua aliran
utama (Gray, Kouhy dan Lavers 1995b): Aliran
pertama, didasarkan pada studi yang berusaha menjelaskan praktik PSL dengan
cara meminta responden untuk merangking/mengurutkan item atau informasi dalam
PSL dari paling penting atau paling bermanfaat.
Aliran kedua, didasarkan pada studi yang berusaha untuk
menentukan apakah nformasi pertanggungjawaban sosial memiliki nilai informasi
bagi pasar modal atau pelaku pasar (Gray,
Kouhy dan Lavers 1995b)
B. Economic-Based
Theory (Positive Accounting Theory)
Teori
ini didasarkan pada pendekatan riset positif—yaitu pendekatan yang menganalisis
“apa yang terjadi atau what is”
sebagai lawan pendekatan normatif yang menganalisis “apa yang seharusnya atau what should be” (Deegan 2000).
Positive Accounting Theory (PAT) menganut paham yang mengutamakan maksiminasi
kemakmuran (whealth-maximisation) dan
kepentingan pribadi individu (individual
self-interest). Dua faktor ini yang melandasi teori ekonomi (Gray, Kouhy
dan Lavers 1995b).
Pemakaian
economic-based theory untuk
menjelaskan praktik PSL banyak mendapat kritikan (Gray, Kouhy dan Lavers
1995b). Hal ini disebabkan faktor teori tersebut yang mengutamakan kepentingan
pribadi (self-interest) dan
maksimisasi kemakmuran pribadi (wealth-maximisation)
dianggap tidak tepat dan bertentangan dengan logika sosial yang dikembangkan
dalam praktik PSL.
C. Political
Economy Theory
Manfaat
Political Economy Theory (PET)
terletak pada sudut pandang yang digunakan yaitu tidak terfokus pada economic self-interest dan wealth-maximisation yang dilakukan
individu atau organisasi. PET justru
mempertimbangkan “kerangka politik, sosial dan institusional di mana kegiatan
ekonomi tersebut dijalankan” (Gray, Kouhy dan Lavers 1995b, p. 52).
PET
tidak hanya bermanfaat dalam menilai pengungkapan yang dilakukan perusahaan
sebagai reaksi atas permintaan stakeholder,
tetapi juga bermanfaat dalam menjelaskan mengapa laporan akuntansi dipandang
sebagai dokumen sosial, politik dan ekonomi (Guthrie dan Parker 1990). PET juga
mengakui pemakaian PLS dalam annual
report sebagai alat strategis dalam mencapai tujuan perusahaan dan dalam
memanipulasi sikap stakeholder
(Guthrie dan Parker 1990).
Gray,
Owen dan Adams (1996) mengklasifikasikan PET dalam dua kelompok: aliran klasik
dan aliran borjuis (clasical and borgeois
streams).
a.
PET
klasik, dapat dikaitkan dengan ide-ide yang dikembangkan Karl Marx yaitu:
dinamika sosial yang muncul karena adanya perbedaan kepentingan, perbedaan
kelas (kelompok) dan konflik dalam masyarakat.
b.
PET
borjuis, umumnya mengabaikan kepentingan kelas (kelompok masyarakat),
ketidakadilan struktural, konflik dan peran negara serta memandang dunia
sebagai realitas yang betul-betul pluralistik (Gray, Kouhy dan Lavers 1995b).
D. Stakeholder
Theory
Teori
inni mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk
kepentinganya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier,
pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Jadi keberadaan suatu
perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan dari stakeholder-nya.
Stakeholder theory umumnya berkaitan dengan cara-cara yang digunakan perusahaan
untuk memanage stakeholder-nya (Gray et al 1997). Sedang cara-cara untuk me-manage-nya tergantung strategi yang
diadopsi perusahaan (Ullman 1985).
(Gray
et al 1997) mengatakan: kelemahan stakeholder theory terletak pada fokus
teori tersebut yang hanya tertuju pada cara-cara yang digunakan perusahaan
diarahkan untuk mengidentifikasi stakeholder
yang dianggap penting dan beerpengaruh dan perhatian perusahaan akan diarahkan
pada stakeholder yang dianggap
bermanfaat bagi perusahaan. Mereka yakin bahwa stakeholder theory mengabaikan pengaruh masyarakat luas (society as a whole) terhadap penyediaan
informasi dalam pelaporan keuangan—termasuk keberadaan hukum dan regulasi yang
menghendaki adanya pengungkapan informasi tertentu.
E.
Legitimacy Theory
Dowling
dan Pfeffer (1975) menjelaskanbahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam
menganalisis perilaku organisasi. Mereka mengatakan (p. 131):
Karena
legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yag
ditentukan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap
batasan-batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi
dengan memperhatikan lingkungan.
Yang
melandasi teori legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara
perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan
sumber ekonomi.
Shocker
dan Sethi (1974, p. 67) memberikan penjelasan tentang konsep kontrak sosial
sebagai berikut:
Semua
institusi sosial tidak terkecuali perusahaan beroperasi di masyarakat melalui
kontrak sosial—baik eksplisit maupun implisit—dimana kelangsungan hidup dan
pertumbuhannya didasarkan pada:
a. Hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada masyarakat luas
b. Distribusi manfaat ekonommi, sosial atau
politik kepada kelompok sesuai denganpower yang dimiliki.
Legitimacy gap, adalah perbedaan anatara nilai-nilai perusahaan
dengan nilai-nilai sosial masyarakat, ini dapat mempengaruhi kemampuan
perusahaan untuk melanjutkan usahanya. (Dowling dan Pfeffer 1975). Legitimacy gap dapat terjadi karena tiga
alasan (Warticl dan Mahon 1994):
a.
Ada
perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja
perusahaaan tidak berubah
b.
Kinerja
perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan
telah berubah
c.
Kinerja
perusahaan dan harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan berubah ke arah
yang berbeda, atau ke arah yang sama tapi waktunya berbeda.
Yang
peting adalah bagaimana perusahaan berusaha memonitor nilai-nilai sosaial
masyarakat dan mengidentifikasi kemungkinan munculnya gap tersebut.
IV.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa pernyataan:
A. Belum ada definisi
tunggal tentang teori pengungkapan sosial dan lingungan.
B. Ada berbaai alasan
untuk menjelaskan praktik ini, anatarnya adalah: keinginan perusahaan agar
telihat legitimate di mata stakeolder-nya.
C.
Perspektif
teori yang melandasi pengungkapan sosial dan lingkungan oleh para ahli
anataranya: decision-usefulness theory,
economic-based theory, political economi theroy,stakeholder theory, legitimacy
theory.
0 komentar