PENGARUH
PERUBAHAN BATASAN PKP
(PENGUSAHA
KENAP PAJAK)
DARI
600 JUTA MENJADI 4,8 MILYAR RUPIAH
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 197/PMK.03/2013
yang ditetapkan tanggal 20 Desember 2013 dan mulai berlaku efektif sejak 1
Januari 2014, batasan dari PKP (Pengusaha Kena Pajak) atau yang dikenai PPN
naik menjadi Rp 4,8 miliyar, yang awalnya hanya Rp 600 juta setahun. Artinya
semakin banyak pengusaha yang tidak dikenai pajak.
Dimungkinkan dengan kenaikan batasan omzet ini akan menjadikan
kepatuhan perpajakan (cost of compliance) menjadi lebih rendah.
Peraturan Menteri Keuangan ini diterbitkan dengan maksud untuk
mendorong Wajib Pajak dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun lebih
banyak berpartisipasi menggunakan Skema Pajak Penghasilan (PPh) Final menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang
telah berjalan sejak Juli 2013 lalu, karena tidak kuatir lagi dengan efek
perpajakan PPN-nya.
Setiap peraturan baru yang dibuat memang tak luput dari pro dan
kontra. Namun semuanya dimaksudkan dengan baik, aturan ini memudahkan wajib
pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya sehingga wajib pajak lebih
patuh.
II.
Rumusan
Masalah
Dari
uraian yang melatarbelakangi penulisan makalah ini, penulis dapat merumuskan
beberapa masalah adalah sebagai berikut:
1.
Apakah Pajak dan Pengusaka Kena Pajak itu?
2.
Apa
yang mengatur tentang perpajakan yang akan di bahas, khususnya Pengusaha Kena
Pajak?
3.
Dampak
apa yang ditimbulkan setelah ada perubahan batasan PKP (Pengusaha Kena Pajak)
dari 600 juta menjadi 4,8 milyar rupiah?
4.
Bagaimana
pelaksanaannya?
III.
Tujuan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pajak.
2.
Untuk
mengatahui bagaimana perubahan batasan PKP (Pengusaha Kena Pajak) dari 600 juta
menjadi 4,8 milyar rupiah.
3.
Untuk
mengetahui dampak perubahan batasan PKP (Pengusaha Kena Pajak) dari 600 juta
menjadi 4,8 milyar rupiah.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Pengertian
Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang —sehingga dapat
dipaksakan— dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Orang Pribadi atau Badan dalam
bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan Barang
Kena Pajak (BKP) , mengimpor Barang Kena Pajak (BKP), mengekspor Barang Kena
Pajak (BKP), melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP)
tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha Jasa Kena Pajak (JKP), atau memanfaatkan Jasa Kena
Pajak (JKP) dari luar daerah pabean.
Untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Orang Pribadi
atau Badan harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dengan ketentuan :
1.
Setiap Orang Pribadi atau Badan harus mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila Peredaran usaha atau
Omzet dalam 1 (satu) tahun lebih dari Rp 4.800.000.000,-.
2.
Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha
atau Omzet dalam 1 (satu) tahun tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,-.
dapat mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan disebut Pengusaha Kecil Kena Pajak.
3.
Dalam hal Orang Pribadi atau Badan telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00
(enam ratus juta rupiah), dapat mengajukan permohonan pencabutan
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Batasan tersebut di atas seperti yang tercantum pada Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan
Nilai. Setelah mengalami perubahan yang tertulis pada Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor : 197/PMK.03/2013
II.
Isi
PMK Nomor 197/PMK.03/2013
Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 197/PMK.03/2013 berisi mengenai perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010, tentang batasan pengusaha kecil
pajak pertambahan nilai.
pajak pertambahan nilai.
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 68/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.
Pasal
I
Beberapa
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai
diubah sebagai berikut:
1.
|
Ketentuan
ayat (1) Pasal 1 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
|
||||||
2.
|
Ketentuan
Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
|
||||||
3.
|
Ketentuan
Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
|
||||||
4.
|
Ketentuan
Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
Pasal
II
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
III.
Dampak
yang Terjadi
Mulai
1 Januari 2014, pengusaha dengan penjualan (omzet) tak lebih dari Rp 4,8 Milyar
setahun tidak wajib berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Artinya, dikecualikan
dari kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang.
Hal
itu dinyatakan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013. Peraturan tersebut ditetapkan
pada 20 Desember 2013. Itu sebagai ganti dari PMK No 68/PMK.03/2010, yang juga
resmi dicabut pada tanggat tersebut.
Sebagaimana
tertuang dalam Pasal 3A Undang-Undang PPN, pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN
yang terutang, KECUALI pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pengusaha
dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun dan memilih menjadi non-PKP,
tidak diwajibkan menjadi PKP dan menjalankan kewajiban perpajakann yang melekat.
Tujuan
diterbitkannya PMK ini tak lain dan tak bukan untuk mendorong wajib pajak
dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun lebih banyak berpatisipasi
menggunakan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final tarif 1%, termuat dalam PP
46/2013.
Peraturan
baru ini menuai protes dari para pengusaha kecil. Esensi dari Peraturan
Pemerintah ini mewajibkan pengusaha kecil dengan omzet tak lebih dari 4.8
Milyar setahun untuk membayar PPh final sebesar 1% dari omzet bruto. Dengan
kata lain, mereka dikenakan PPh 1% dari total penjualan terlepas apakah untung
atau rugi. Hal itu dinilai memberatkan.
a.
Apakah
Perubahan Batas Omzet PKP Ini Meringankan Pengusaha Kecil?
Tidak
ada pengaruh terhadap UKM yang beromzet di bawah Rp 600 Juta setahun, karena
selama ini toh mereka memang tidak wajib PKP. Terlepas apakah keberatan atau
tidak, tetap saja mereka dikenakan PPh 1% baik dalam kondisi untung atau rugi.
Namun,
lumayan membantu pengusaha kecil beromzet antara Rp 600 juta – 4.8 Milyar
setahun, karena selama ini mereka diwajibkan PKP. Dengan dinaikkannya batasan
PKP menjadi 4.8 Miliar, berarti mereka tak perlu lagi direpotkan oleh kewajiban
melaksanakan pemungutan dan pelaporan PPN.
b.
Omzet
Tak Lebih Dari 4.8 Milyar Tapi Terlanjur Berstatus PKP
Banyak
Wajib Pajak dengan omzet tak lebih dari 4.8 Milyar setahun tapi terlanjur
berstatus PKP. Jika mau, bisa mengajukan pencabutan status PKP, sehingga
terbebas dari kewajiban melaksanakan PPN. Dalam PMK 197/2013 ini, kententuan
pasal 7 PMK 68/2010 telah diubah menjadi sbb:
“Dalam
hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1 (satu) tahun buku tidak
melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah),
Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.”
Jika
omzet diatas Rp. 600 juta tapi dibawah Rp.4,8 Miliar per tahun dan sudah
dikukuhkan sebagai PKP, apakah per tanggal 1 Januari 2014 tidak wajib
memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN? Jika sudah menjadi PKP maka
wajib melakukan kewajiban PPN karena menurut UU PPN pasal 3A ayat 2 “PKP Wajib melaksanakan pemungutan, penyetoran dan pelaporan
PPN”, jika masih berstatus PKP maka pemungutan, penyetoran dan pelaporan
PPN tetap berlaku.
Untuk
tidak melakukan kewajiban PPN, maka harus dilakukan pencabutan PKP dengan cara
“Mengajukan permohonan pencabutan PKP” (PMK 197/2013 pasal 7). Sehingga timbul pertanyaan, jika mengajukan pencabutan PKP,
apakah petugas pajak melakukan pemeriksaan atau verifikasi
BAB
III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebaai berikut:
1.
Kewajiban
PKP (Memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN) tetap berlaku sampai dengan
pencabutan PKP.
2.
Untuk
mencabut PKP dalam hal perubahan peraturan ini (Omzet diatas Rp.4,8 sebagai
wajib PKP) lakukan permohonan pengajuan pencabutan PKP.
3.
Setelah
tim verifikasi pajak mencabut PKP, maka wajib pajak tidak melakukan kewajiban
PPN.
II.
Saran
Dari
uraian di atas kami sebagai penyusun dapat memberikan beberapa saran, adalah
sebagai berikut:
1.
Pertimbangkan
dulu jika ingin mencabut PKP, atau menjadi non PKP, karena prosedurnya pun tidak
mudah.
2.
Setiap
peraturan memang ada pro-kontra, namun hendaknya disikapi dengan positif.
3.
Pengusaha
non PKP atau PKP sekalipun hendaknya taat pajak, menyumbang kas negara.
DAFTAR
PUSTAKA
merdeka[dot]com/uang/pengusaha-bebas-pajak-jika-omzetnya-di-bawah-rp-48-miliartahun.html , diakses pada Jum’at, 4 april 2014.
patar-lumbantoruan[dot]com/2014/01/tindak-lanjut-pmk-no197pmk-032013.html#.Uzt_YKh_unM , diakses pada Jum’at, 4 april 2014.
id[dot]wikipedia[dot]org/wiki/Pajak, diakses pada Jum’at, 4 april 2014.
wibowopajak[dot]com/2012/01/pengertian-pengusaha-kena-pajak-pkp.html, diakses pada Jum’at, 4 april 2014.
rfconsultant[dot]blogspot[dot]com/2014/01/ini-isi-pmk-197-tahun-2013-197pmk032013.html, diakses pada Jum’at, 4 april 2014.
jurnalakuntansikeuangan[dot]com/2014/01/mulai-2014-pengusaha-beromzet-48-milyar-tak-wajib-pkp/ , diakses pada Jum’at, 4 april 2014.
0 komentar